"Mungkin hasil yang diraih seorang yang berpuasa hanya lapar dan haus, dan mungkin hasil yang dicapai seorang yang shalat malam hanya lelah berjaga." (HR Ahmad dan Al Hakim)
Amal perlu kontinuitas. sudah tidak ada lagi orang yang dijamin masuk surga pada zaman sekarang. Tidak memandang apakah seorang ustadz sebesar apapun, tidak peduli berapa pondok yang ia dirikan, kesungguhan dalam beramal harus ditingkatkan. Tidak sekedar dijaga. Bukankah mendapat hasil sama dengan hari kemarin merupakan kerugian? Untung harus melalui usaha yang terbaik, peningkatan amal bisa dihasilkan.
Kalau kita melihat hadits di atas, kenapa terjadi begitu pada sebagian hanmaNya?
Tentunya tidak bermakna seorang hamba yang lantas bisa berputus asa, khawatir berlebihan, sehingga malah memilih sedikit beramal. Bukan.
Itu semua lebih bermakna betapa kasih sayangnya Allah dan Rasululloh SAW kepada kita, agar kita senantiasa menjaga kontinuitas amal, bukan berarti kita mengerjakan ibadah ala kadarnya.
Rasululloh Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah itu thoyib (terlepas dari noda dan kekurangan), tidak menerima sesuatu kecuali yang thoyib." (HR Muslim)
Oleh karena Allah maha mengetahui, kejenuhan beribadah merupakan sesuatu yang berbahaya, lantas bagaimana kita menangkalnya?
Simpel, jadilah berilmu. Dengan ilmu maka kita akan menemui banyak alasan beramal dan menjaga semangat serta kekhusyukan. Ketika menjadi orang berilmu kita tidak akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga dari amal. Yang mengilhami setiap gerak ialah "ruh" dari amal.
Kita akan lelah jika hanya memikirkan target, menjadikan amalan itu sebagai rutinitas belaka, hanya terjebak pada angka. Tak heran jika banyak yang berpuasa tapi hanya mendapat lapar dan dahaga, juga banyak orang yang shalat namun mendapat kelelahan saja. (Ega Zainur Ramadhani)
Di sini postingan tentang Sayyid Quthb, silakan dikunkungi.
Amal perlu kontinuitas. sudah tidak ada lagi orang yang dijamin masuk surga pada zaman sekarang. Tidak memandang apakah seorang ustadz sebesar apapun, tidak peduli berapa pondok yang ia dirikan, kesungguhan dalam beramal harus ditingkatkan. Tidak sekedar dijaga. Bukankah mendapat hasil sama dengan hari kemarin merupakan kerugian? Untung harus melalui usaha yang terbaik, peningkatan amal bisa dihasilkan.
Kalau kita melihat hadits di atas, kenapa terjadi begitu pada sebagian hanmaNya?
Tentunya tidak bermakna seorang hamba yang lantas bisa berputus asa, khawatir berlebihan, sehingga malah memilih sedikit beramal. Bukan.
Itu semua lebih bermakna betapa kasih sayangnya Allah dan Rasululloh SAW kepada kita, agar kita senantiasa menjaga kontinuitas amal, bukan berarti kita mengerjakan ibadah ala kadarnya.
Rasululloh Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah itu thoyib (terlepas dari noda dan kekurangan), tidak menerima sesuatu kecuali yang thoyib." (HR Muslim)
Oleh karena Allah maha mengetahui, kejenuhan beribadah merupakan sesuatu yang berbahaya, lantas bagaimana kita menangkalnya?
Simpel, jadilah berilmu. Dengan ilmu maka kita akan menemui banyak alasan beramal dan menjaga semangat serta kekhusyukan. Ketika menjadi orang berilmu kita tidak akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga dari amal. Yang mengilhami setiap gerak ialah "ruh" dari amal.
Kita akan lelah jika hanya memikirkan target, menjadikan amalan itu sebagai rutinitas belaka, hanya terjebak pada angka. Tak heran jika banyak yang berpuasa tapi hanya mendapat lapar dan dahaga, juga banyak orang yang shalat namun mendapat kelelahan saja. (Ega Zainur Ramadhani)
Di sini postingan tentang Sayyid Quthb, silakan dikunkungi.
0 Response to "Ruh dalam Beramal"
Posting Komentar